Selasa, 15 Juni 2010

History of Benteng Indra Patra



Anda memiliki ketertarikan terhadap situs-situs peninggalan sejarah? Bagi Anda yang gemar mengunjungi objek wisata sejarah, sebaiknya Anda juga mengunjungi salah satu situs peninggalan kerajaan hindu ini. Benteng Indra Patra. 

Benteng Indra Patra berlokasi di Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi  benteng peninggalan Kerajaan Hindu pertama di bumi Aceh ini dekat dengan Pantai Ujong Batee. 
Pesawat Seulawah Agam

Benteng yang berada di Teluk Krueng ini merupakan nagian dari 3 benteng dalam Trail Aceh Lhee Sagoe. Trail Aceh Lhee Sagoe sendiri merupakan wilayah yang menghubungkan tiga peninggalan zaman Hindu-Budha di Aceh. Akan terbentuk sebuah segitiga yang disebut Trail Aceh Lhee Sagoe jika tiga peninggalan itu yakni Indrapatra, Indrapuri, dan Indrapurwa dihubungkan. 

Secara historis, benteng ini dibangun oleh Putra Raja Harsa dari Kerajaan Lamuri pada abad ke-7 Masehi. Seca fisik, bentuk benteng ini terbilang besar yang tersusun dari batu gunung setebal 2 meter. Batu-batu gunung itu direkatkan oleh lem perekat berupa campuran kapur, tanah liat, putih telur, dan tumbukan kulit kerang. Kekokohan benteng ini ampuh dijadikan sebagai benteng pertahanan menghadapi armada Portugis pada masa Kesultanan Aceh Darussalam.


Kala itu, benteng Indra Patra ini dibangun dengan maksud utama untuk membendung sekaligus membentengi masyarakat kerajaan Lamuri dari gempuran meriam-meriam yang berasal dari Kapal-kapal Perang Portugis. Disamping itu, benteng ini juga dipakai sebagai tempat beribadah Umat Hindu Aceh saat itu.
Karena alasan demi pertahanan & keamanan kerajaan, maka benteng ini dibangun di tempat yang sangat strategis, yakni di bibir pantai yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka.


Peran dan fungsi serta kejayaan Benteng Indra Patra ini bahkan berlangsung hingga masa Islam di Aceh tiba. Dimasa Sultan Iskandar Muda, dengan laksamananya yang sangat terkenal dan disegani, yaitu Laksamana Malahayati (laksamana wanita pertama di dunia), benteng ini juga dipergunakan sebagai benteng pertahanan bagi Kerajaan Aceh Darussalam dari serangan musuh yang datang dari arah laut.
Saat ini, tinggal dua dari tiga benteng yang masih berdiri kokoh. Benteng Utama berukuran 70m X 70m; dengan ketinggian 4 meter, serta ketebalan dinding mencapai sekitar 2 meter.  Arsitekturnya yang Unik, Besar, terbuat dari “beton kapur” (: susunan batu gunung, dengan perekatnya (perkiraan) dari campuran Kapur, Tanah Liat, dan alusan Kulit Kerang, serta juga telur).
Didalam benteng Utama terdapat dua buah “stupa” atau bangunan yang menyerupai kubah yang mana didalamnya / dibawah kubah tersebut terdapat sumur / sumber air bersih, yang (pada saat itu) dimanfaatkan oleh umat Hindu untuk penyucian diri dalam rangkaian peribadahannya. Selain itu, di dalam benteng terdapat juga bunker untuk menyimpan meriam serta bunker untuk menyimpan peluru dan senjata.

Pada setiap sisi dinding luar, terdapat 11 buah lubang kecil yang berfungsi sebagai “lubang pengintai” untuk memantau pergerakan musuh. (sayangnya beberapa dari lubang intai tersebut telah ditutup dengan semen saat renovasi yang dilakukan beberapa waktu yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar